Kopi Megamendung – Kopi Megamendung sebagian besarnya berasal dari varietas kopi Robusta, adalah subspesies Coffea canephora, yaitu Coffea canephora var. Robusta yang di hasilkan dari hutan Paseban (1.389 Mdpl), hutan-hutan di kaki Gn. Gedogan (1688 mdpl), serta hutan pegunungan yang berada di wilayah desa Megamendung Bogor dengan karakter bioma hutan basah dengan permodelan tanam agroforesty, dan kopi Megamendung dihasilkan pula dari perkebunan kopi pada umumnya.
Pada awalnya, jenis kopi Robusta yang didatangkan oleh Belanda ke Indonesia pada sekitar tahun 1900-an itu untuk menggantikan produksi kopi arabika yang terserang oleh penyakit Hemelia vastatrix (HV). Kopi Robusta memiliki aroma yang kuat, kasar, cenderung earthy dan nutty, dengan rasa yang lebih pahit karena memiliki kadar kafein dua kali lebih banyak dibandingkan arabika, bentuk bijinya bulat, lebih kecil namun padat dengan tekstur sedikit kasar.
Sebagian lainnya adalah kopi berjenis arabika yang memiliki karakter kekentalan (body) yang lebih ringan dengan tingkat keasaman yang lebih tinggi dibandingkan kopi robusta, kopi arabika memiliki aroma khas dan unik. Aroma yang khas pada hasil seduhan memberikan nilai tambah terhadap produk cita rasa kopi Arabika yang dihasilkan di Megamendung.
Apabila dibandingkan biji kopi arabika dengan kopi robusta, secara jelas terlihat dari ukuran biji arabika yang lebih besar serta bentuknya yang cenderung pipih memanjang dengan tekstur yang lebih halus jika dibandingkan robusta. Tanaman kopi arabika bisa tumbuh menjadi sekitar lima meter tingginya, meskipun tanaman komersial biasanya dibudidayakan tetap pendek. Daun tanaman kopi berwarna hijau gelap, dan menghasilkan bunga putih yang harum dan buah matang yang siap untuk dipanen ketika buah sudah berwarna merah tua.
Tanaman kopi robusta dan arabika menyebar didalam hutan yang berada dipunggungan Paseban, Gn Gedogan dan hutan pegunungan bawah di wilayah desa Megamendung, lainnya menyebar di kebun-kebun masyarakat di sekitar hutan. Sebagian besar petani kopi robusta dan arabika yang budidayakan di wilayah desa Megamendung bernaung dalam Kelompok Tani Hutan (KTH), yaitu kumpulan petani atau perorangan yang mengelola usaha di bidang kehutanan, di dalam dan diluar kawasan hutan yang meliputi usaha hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan, baik di hulu maupun di hilir, dan sebagiannya bernaung di Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH).
Sebagian besar hutan di Desa Megamendung, di punggungan Paseban dan di kaki Gn. Gedogan di kelola oleh perum perhutani dan BKSDA dengan jenis hutan homogen dan sebagian besarnya adalah hutan heterogen, serta sebagiannya lagi adalah hutan masyarakat. Kopi robusta dan kopi arabika yang dibudidayakan oleh masyarakat, banyak di budidayakan dikawasan perhutani dan perhutanan masyarakat dengan pendekatan Agroforestry. Agroforesty sebagai upaya dalam memaksimalkan potensi sumber daya alam untuk dimanfaatkan petani yang menggarap lahan hutan milik pemerintah dengan menitik beratkan pada pembangunan sektor ekonomi pertanian yang ramah lingkungan.
Agroforesty berbasis kopi yang di upayakan oleh penduduk di desa Megamendung merupakan upaya pengaturan ruang hutan dalam interaksi ekologi, ekonomi dan unsur-unsurnya.
– Kiade –
Kopi Megamendung ; Model agroforestry berbasis kopi di Paseban
Kopi Megamendung – Agroforestry atau yang dikenal dengan Wanatani menjadi permodelan penanaman kopi oleh para petani kopi di Megamendung dalam naungan KTH dan LMDH, selain model-model perkebunan kopi pada umumnya yang dibudidayakan pada lahan-lahan masyarakat.
Agroforesty merupakan suatu bentuk pengelolaan sumber daya yang memadukan kegiatan pengelolaan hutan atau pohon kayu-kayuan dengan penanaman komoditas dan atau tanaman jangka pendek, seperti kopi, kapolaga, buah-buahan produktif, sayuran, terutama tanaman-tanaman yang dapat hidup di bawah tegakan dan tidak menggangu tanaman inti. Dalam bahasa umum masyarakat perdesaan mengenal agroforesty dengan sebutan tumpang sari.
Tanaman kopi membutuhkan tanaman penaung untuk mempertahankan produksi dalam jangka panjang, mengurangi kelebihan produksi dan mati cabang (DaMatta dkk, 2007 dalam Supriadi dan Pranowo, 2015). Pada tanaman kopi tanpa penaung, selama periode pembungaan terjadi peningkatan penyerapan karbohidrat oleh daun dan cabang untuk menunjang proses pembentukan pembuahan. Akibatnya akar, cabang dan daun mengalami kerusakan. Dengan adanya tanaman penaung proses pematangan buah diperlambat sehingga dapat mengurangi kelebihan produksi dan kerusakan pada akar, daun dan cabang (Muschler, 2001 dalam Bote dan Struik, 2011; dan Ricci dkk, 2011 Supriadi dan Pranowo, 2015).
Dengan hal diatas, permodelan agroforesty atau tumpang sari di kawasan hutan produksi dalam budidaya tanaman kopi menjadi sebuah solusi yang dapat meningkatkan produksi kopi Megamendung. Program inipun diakui secara internasional dengan sebutan CBFM (Community Base Forest Management)
Panen dan pasca panen kopi Megamendung
Kopi Megamendung – Buah kopi dapat mulai dipanen pada saat pohon kopi berusia sekitar 2,5 – 3 tahun. Buah yang matang ditandai perubahan warna kulit dari hijau tua menjadi kuning lalu berwarna merah. Kopi yang sudah berwarna merah itu sebagai pertanda bahwa kopi tersebut sudah masak penuh dan menjadi kehitam-hitaman setelah masak penuh terlampaui.
Pemanenan buah kopi dilakukan pada saat kopi sudah masak penuh, selanjutnya dilakukan sortasi atau pemilihan biji kopi, pengupasan dan fermentasi biji, pencucian lalu pengeringan biji kopi. Sebagian besar petani kopi yang dibudidayakan oleh warga Megamendung akan menjual kopi yang sudah kering dalam bentuk biji kopi kering, sebagiannya lagi dijual dalam bentuk kopi bubuk setelah melewati proses penyangraian dan penumbukan secara tradisional dengan menggunakan lesung.
Saat ini BUM Desa Megamendung Jaya melakukan pembelian biji kopi kering masyarakat untuk di pasarkan dengan brand “Kopi Megamendung” melalui jejaring digital dan market place seperti Tokopedia, Shopee, dll, serta gerai Rasio Kopi di Wisma Bina Warga, dll. Dalam meningkatkan penjualan kopi Megamendung dan produk UMKM lainnya, BUMDes Megamendung Jaya ikut terlibat dalam program ‘UMKM Jabar Go Digital‘, Program ini merupakan inisiasi Shopee yang bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat.
Dahulu kala, para pelaku usaha kopi di Megamendung hanya bisa mengolah dan menjual biji kopi yang masih berbentuk cherry (ceri) kepada pengepul dengan harga yang murah. Sebagian besar kopi yang dipanen dari desa Megamendung telah menjadi komoditi unggulan yang diperjual belikan di banyak coffe shop yang populer dan ternama, salah satunya adalah coffe shop besutan perusahan Amerika yang konsumennya adalah masyarakat perkotaan dengan tingkat ekonomi menengah atas.
Namun kini, sebagian kecil petani kopi Megamendung sudah memiliki mesin pemanggang kopi sendiri sehingga dapat menjual kopi dalam bentuk greenbean bahkan roasted bean serta melakukan packaging guna menambah nilai tambah dari produk kopi Megamendung. Dan, BUM Desa Megamamendung Jaya terlibat secara langsung dalam meningkatkan Sumber Daya manusia untuk melakukan produksi pasca panen kopi megamendung dengan membuka gerai Rasio Kopi Megamendung yang berada di Wisma Bina Warga, Jl. Raya Puncak Gadog No.Km. 77.
Menikmati secangkir kopi Megamendung
…bukan sebatas tegukan demi tegukan, atau aroma yang keluar dalam secangkir kopi panas yang menjadi sensasi, namun suasana hutan, aroma pepohonan ataupun menikmati kopi panas yang tersaji dimana green beans dihasilkan akan menambah citarasa dari secangkir kopi panas.
Secangkir kopi di Paseban
Kopi Megamendung – Menikmati secangkir kopi dari lingkungan dimana kopi di produksi, akan menjadi pengalaman tersendiri. ‘Bukan sebatas tegukan demi tegukan, atau aroma yang keluar dalam secangkir kopi panas yang menjadi sensasi, namun suasana hutan dan aroma pepohonan kopi akan menambah citarasa dari secangkir kopi panas Mwegamendung’.
Kedai kopi di batas hutan Paseban dengan mengadap megahnya gunung salak yang menjadi inspirasi sang guru tepa ketika mencipta sebilah senjata kujang, dan nun jauh di sana sedikit terlihat pegunungan Halimun yang kerap terselimuti oleh kabut tipis (Halimun dalam bahasa sunda berarti kabut) tengah menghadirkan suasana romantis dalam balutan ketinggian. Kedai kopi Paseban yang menyuguhkan kopi Megamendung sebagai sajian menu utamanya, lainnya adalah kopi Cibulao yang diproduksi tidak jauh dari Desa Megamendung dan telah memenangkan kontes Kopi Spesialiti Indonesia (KKSI) ke-VIII tahun 2016 yang berlangsung di Takengon, Aceh, serta menyajikan kopi-kopi lokal lainnya.
Secangkir kopi Megamendung di Rasio Kopi
Kopi Megamendung – Bagi para penikmat kopi, meneguk secangkir kopi dalam suasana tenang merupakan kenikmatan tersendiri. Dan, suasana akan terasa lebih memberikan kesan hangat tatkala kopi disajikan dimana bulir-bulir kopi dihasilkan. Rasio Kopi menawarkan pengalaman rasa hutan dalam setiap tegukannya (taste from nature). Kopi pilihan yang disajikan disebuah gelas saji dihasilkan dari tanaman masyarakat yang menetap disekitar hutan, sehingga kopi Megamendung yang menjadi produk utama Rasio kopi memiliki cita rasa yang khas dan unik.
Terlihat dipojokan sudut kopi rasio, geliat aktifitas pariwisata Puncak terasa begitu kental di sepanjang jalan raya Puncak yang dahulunya merupakan bagian dari jalan raya Pos (postweg) yang dibangun pada masa Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Herman Willem Daendels (1808 – 1811). Jalan raya Puncak yang awalnya dibangun untuk kepentingan perang telah mengubah konstelasi tata ruang ruang pada kawasan yang bergunung-gunung dan berbukit-bukit ini menjadi ruang penyembuhan, sebagai ruang sintifik, laboratorium, lalu bergeser menjadi leasure hingga saat ini.
Wilayah Desa Megamendung yang berada di sentral kawasan pariwisata Puncak, saat ini tengah menjadi pusat pergerakan perekomian Pariwisata berbasis wisata minat khusus dengan menampilkan pesona hutan pegunungan, lansekap alam dan kekayaan estetika yang menyelimutinya. Dan, Rasio kopi turut meramaikan khasanah terbangunnya akselerasi masyarakat yang menetap dipinggir hutan dengan secangkir kopi Megamendung yang tersaji di pojokan kopi rasio sebagai penghubung-nya.
Kesimpulan kopi Megamendung dan Referensi
Kopi Megamendung – Bulir-bulir kopi megamendung sebagian besarnya di hasilkan dari hutan pegunungan bawah desa Megamendung dengan permodelan tanam agroforesty atau yang dikenal dengan Wanatani, dan sebagain nya dengan permodelan perkebunan kopi pada umumnya. Agroforesty berbasis kopi yang di upayakan oleh masyarakat yang menetap disekitar hutan-hutan di desa Megamendung merupakan upaya pengaturan ruang hutan dalam interaksi ekologi, ekonomi dan unsur-unsurnya.
Sebuah keniscayaan, untuk membangkitkan perekonomian petani kopi Megamendung mensyaratkan bahwa pemanenan dan produksi pasca panen kopi Megamendung harus dikelola oleh masyarakat sekitar, seiring dengan meningkatkan Sumber Daya Manusia sehingga produksi kopi yang ada tidak sebatas di jual pada tengkulak-tengkulak dalam bentuk bulir-bulir kopi dengan harga jual yang rendah, terlebih di ijonkan ketika kopi masih hijau di pohon. Dan, upaya BUMdes Megamendung Jaya yang dilakukan saat ini sesungguhnya untuk membangun keniscayaan perekonomian petani kopi Megamendung berwujud nyata.
Referensi
Artikel Kopi Megamendung di kembangkan dari artikel dengan judul asli “Kopi Paseban ; Kopi Bogor dengan Citarasa Hutan“ oleh Ade Zaenal Mutaqin (Januari, 2020) yang di terbitkan pada situs Highland Indonesia dan kembali diterbitkan ulang (Re-publish) pada situs paseban.co.id dengan judul “Mengenal Kopi Megamendung; Robusta dengan cita rasa hutan Paseban” untuk kepentingan referensi kopi Megamendung.
Penulis Kopi Megamendung merupakan salah satu kontributor situs paseban.co.id. Tulisan lainnya yang berkaitan dengan kopi adalah “Kopi Brido, Kopi dari pegunungan Halimun Salak” (Januari, 2018).